Site Map

Sabtu, 05 Januari 2013

Kebijakan Kementerian Pertanian Terkait Produk Rekayasa Genetik (PRG)

Tantangan PembangunanPertanian
Jumlah dan pertambahan penduduk Indonesia yang tinggi merupakan prioritas utama dalam mengembangkan pertanian Indonesia, khususnya pangan.  Dengan adanya dinamika di tingkat global akibat dari perubahan iklim, kelangkaan energi, finansial, telah merubah gagasan bahwa masalah pangan tidak dapat dipecahkan dengan hanya memperbaiki sistem distribusi pangan global, tetapi masing-masing negara harus memperkuat ketahanan pangannya.    Presiden SBY menegaskan kepada Gubernur, Bupati, Walikota, dan DPRD pada Rapimnas 10 Januari 2011 bahwa Meskipun dalam system perdagangan kita bisa membeli atau menjual, tetapi untuk pangan kita harus menuju kemandirian pangan.  Dalam menjawab review yang dilakukan oleh Tim OECD, Menteri Pertanian mengingatkan bahwa dalam Kebijakan Ketahanan Pangan tercakup kebijakan Kemandirian Pangandan Kedaulatan Pangan. Masalah pangan tidak boleh bertumpu pada ketersediaan pangan dari luar, tetapi harus bertumpu pada ketersediaan pangan dari dalam negeri, tidak boleh bertumpu pada Multi Nasional Coorporate. Investasi memang diperlukan untuk akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional. Upaya peningkatan produksi pangan nasional harus dapat dimanfaatkan agar petani mampu memperoleh peningkatan pendapatan dan kesejahteraannya.

Dalam upaya mencapai kedaulatan pangan, pembangunan pertanian saat ini dihadapkan ke dalam berbagai tantangan yang harus dihadapi bersama. Pada komoditas padi dan jagung misalkan tantangan terletak pada meningkatnya laju konversi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian, belum seimbangnya antara ragam potensi pangan dengan ragam pangan yang dikonsumsi, dan kehilangan hasil akibat serangan OPT dan pada tahap pascapanen. Oleh sebab itu, program-program Kementerian Pertanian disusun untuk memecahkan masalah tersebut secara komprehensif.  Hasil simulasi target-target Kementerian Pertanian ke depan terletak pada (1) pengurangan susut panen 1,5 %/tahun, (2) penurunan konsumsi beras 1,5% per kapita/thn, (3)peningkatan produktivitas dari 5,1 ton/ha menjadi 5,7 ton/ha dan Indeks Panendari 1,5 menjadi 1,7 melalui perbaikan 18,8%/thn dari total jaringan irigasi, penggunaan pupuk berimbang  70% dari total luas tanam, benih varietas unggul bermutu minimal 60%, pengendalian OPT dengan PHT dan spot stop mencapai 70%, peningkatan intensitas penyuluhan 50% dari total desa, dan (4) penambahan luas sawah seluas 130.000 ha.  Target tersebut, disusun dari asumsi-asumsi yang logis atas dasar kemampuan yang ada dan keterlibatan sektor-sektor lain di luar Kementerian Pertanian baik dalam penyusunan simulasi maupun di dalam implementasinya ke depan.

Kebutuhan Terhadap BenihTanaman
  • Kebutuhan dan StatusPemanfaatan Varietas
    Kementerian Pertanian mencanangkan empat target pembangunan pertanian yaitu (1) swasembada 5 komoditas pangan pokok, padi, jagung, kedelai, gula dan daging; (2)meningkatkan nilai ekspor untuk tanaman perdagangan, (3) upaya meningkatkan diversifikasi pangan terutama menggali sumber daya lokal, dan (4) meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan petani. Upaya untuk mencapai target tersebut memerlukan bantuan teknologi yang tepat.

    Dalam mendukung keempat program tersebut, khususnya teknologi perbaikan varietas/ras, program Penelitian Pengkajian Pengembangan dan Penerapan (Litkajibangrap) diperkuat mulai dari pengelolaan sumber daya genetik sampai ke teknologi perbenihan. Penguatan tersebut mencakup penguatan Bank Gen dan fasilitas penyimpanan SDG di UPT komoditas, karakterisasi dan evaluasi intangible value dari SDG lokal ke dalam teknologi, penguatan program pemuliaan termasuk membentuk konsorsium dengan perguruan tinggi dan lembaga penelitian lain seperti  BATAN, dan perluasan program diseminasi varietas ke daerah termasuk penguatan kapasitas penyediaan benih sumber bagi penangkar di daerah. Melalui upaya ini, dalam hal varietas tanaman pangan saja, tidak kurang dari 244 varietas padi, 54 varietas jagung, dan 58 varietas kedelai telah dihasilkan.  Sampai saat ini tingkat adopsi petani terhadap varietas unggul spesifik lokasi telah mencapai 90% untuk padi, 45% untuk jagung, dan 80% untuk kedelai.Oleh karenanya, Kemeterian Pertanian memandang benih dari varietas PRG hanya merupakan salah satu potensi alternatif untuk digunakan apabila memenuhi aspek keamanan hayati, tepat menjawab persoalan yang ada, dan memberikan nilai keuntungan bagi petani.

    Dalam dua tahun terakhir Badan Litbang Pertanian telah banyak melakukan upaya ke arah hilir dari litkajibangrap, yaitu diseminasi teknologi ke wilayah operasional dilapang baik melalui kerjasama dengan berbagai pihak.  Peningkatan diseminasi teknologi tersebut telah menjadi tuntutan publik sebagaimana dilansir media masa.  Benih-benih varietas baru dari pemulia yang jumlahnya terbatas disampaikan kepada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian(BPTP) untuk diuji adaptasi bersama-sama dengan penyuluh dan pemerintah daerah sehingga dapat dipilih varietas mana yang cocok dan disukai oleh petani.   Hal ini dilaksanakan mengingat areal pertanian di Indonesia yang bersifat spesifik baik lingkungan fisik maupun preferensi masyarakat terhadap produknya. Dengan hasil ini, pemetaan terhadap kebutuhan teknologi varietas yang cocok dapat dibangun dan penyampaian benih dari pemulia tanaman ke penangkar lokal dapat dilakukan lebih cepat.

    Jalur lain dalam diseminasi dan promosi varietas lokal adalah melalui gerakan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL).  Gerakan ini dicetuskan pertama kali oleh Menteri Pertanian dalam upaya meningkatkan kemampuan lokal dalam menyediakan kebutuhan berbasis kapasitas lokal.  Memang pada tahapan awal dari gerakan ini masih berorientasi kepada diseminasi hasil-hasil penelitian Badan Litbang Pertanian.  Namun ke depan, melalui kawasan ini hasil-hasil spesifik daerah yang sedang digali dapat dipromosikan.  Sebagai contoh, hasil kerjasama yang dilakukan oleh beberapa Pemerintah Daerah dan petani, seperti Pemda Provinsi Kaltim, Riau, dan Yogya, dengan Badan Litbang Pertanian untuk memperpendek umurvarietas padi lokal tertentu tanpa merubah mutunya.  Dengan demikian, status aset lokal tersebut dapat terangkat dan berperan lebih banyak dalam pembangunan pertanian.

    Kegiatan penelitian rekayasa genetik dilakukan pada tanaman tertentu untuk menjawab persoalan yang dihadapi dan belum dapat dipecahkan melalui teknologi yang ada.  Kegiatan tersebut mencakup penelitian kloning gen yang berkaitan dengan sifat toleran terhadap kekeringan, umur genjah, dan produktivitas tinggi dari SDG lokal. Penelitian ini diharapkan selesai pada tahun2013, sehingga ke depan Indonesia tidak harus bergantung kepada negara lain, khususnya untuk tanaman padi.  Dalam hal perakitan tanaman, beberapa galur transgenik telah dihasilkan namun masih harus memenuhi proses penelitian untuk memperoleh data sebagaimana diwajibkan dalam pengkajian keamanan hayati sehingga tentu saja produk ini belum dapat dilepas ke publik.
  • Peraturan tentang Pelepasandan Perlindungan Varietas TanamanPelepasanvarietas baru untuk tanaman, sebagaimana diamanatkan Undang-Undang nomor 12 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah nomor 44 tahun 1994, harus dilakukan setelah melalui serangkaian uji adaptasi. Pelepasan varietas baru tersebut diatur melalui Keputusan Menteri Pertanian nomor 61 tahun 2011 tentang Pengujian, Penilaian dan Pelepasan Varietas Tanaman.  Setelah dilepas, maka perbanyakan dan distribusinya dapat dilakukan berdasarkan peraturan perundangan yang ada.  Khusus untuk tanaman PRG,pelepasan hanya dapat dilakukan apabila produk tersebut telah memperoleh status aman hayati.  Oleh sebab itu, tidak benar apabila suatu tanaman telah memperoleh status aman hayati, benihnya dapat dilepas ke publik tanpa melakukan proses pengujian varietas.  Atau sebalik, tidak dapat suatu benih varietas PRG dilepas tanpa adanya sertifikat aman hayati.
    Sejalan dengan upaya percepatan penyampaian teknologi kepada pengguna, kebijakan pemanfaatan hasil penelitian mengalami penyempurnaan.  Diantaranya, peraturan yang berkenaan dengan pengujian, penilaian dan pelepasan varietas tanaman mengalami beberapa perubahan.  Namun, berkenaan dengan pemanfaatan varietas PRG, aspek keamanan hayati tetap menjadi prioritas sehingga tidak mungkin varietas dilepas tanpa adanya sertifikat keamanan lingkungan, keamanan pangan dan/atau keamanan pakan.  Pengujian adaptasi varietas PRG bisa saja dilaksanakan paralel dengan pengkajian keamanan hayati, namun pelepasannya masih harus ada atau tidaknya sertifikat keamanan.  Dalam hal penamaan varietas, varietas PRG diwajibkan mencantumkan nama eventnya untuk memudahkan tracking dan diwajibkan mencantumkan label sebagaimana diatur dalam tata cara pelabelan.
Penutup
Kebijakan Kementerian Pertanian dicerminkan pada  visinya untuk mewujudkan pertanian industrial unggul berkelanjutan yang berbasis sumberdaya lokal untuk meningkatkan kemandirian pangan, nilai tambah, daya saing, ekspor dan kesejahteraan petani. Untuk mencapai visi tersebut dibutuhkan seperangkat teknologi yang tepat untuk mengangkat posisi sumber daya genetik lokal, terutama yang mendorong kemandirian nasional dan kesejahteraan petani. Oleh karenanya, PRG diposisikan sebagai salah satu alternatif yang dapat dimanfaatkan secara hati-hati. Kehati-hatian ini tercermin dari persyaratan pemanfaatan produk tersebut harus melalui satu perangkat pengkajian keamanan.


0 komentar:

Posting Komentar